Senin, 06 Juni 2011

hubungan humas dengan wartawan

Hubungan HUMAS dengan Pers
HUBUNGAN antara pejabat (praktisi) hubungan masyarakat (humas) dengan wartawan (biasa pula disebut pers), bagaikan hubungan dua orang teman atau mitra yang saling memerlukan. Hubungan kedua orang yang bermitra tersebut bersifat simbiosis mutualisme (saling membutuhkan). Hubungan mereka saling bergantung (interdependen). Mereka benar-benar saling membutuhkan. Dengan demikian, tak satu pihak pun yang boleh menganggap dirinya lebih tinggi dan penting daripada mitranya. Posisi kedua mitra tersebut setara (sama tinggi, sama rendah), namun peran atau fungsi, motif dan tujuan kegiatan masing-masing saling berbeda.
Humas di lingkungan lembaga pemerintahan daerah, baik lembaga eksekutif maupun legislatif (DPRD), bekerja atas nama dan untuk rakyat atau masyarakat daerah setempat. Mereka bekerja berdasarkan mandat masyarakat. Oleh karena itu, mereka yang bekerja di pemda dan DPRD wajib melaksanakan isi mandat masyarakat yang diembankan ke atas pundak mereka. Mereka wajib melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat atau membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang niscaya sangat beragam.
Demikian pula halnya dengan wartawan. Mereka bekerja berdasarkan mandat masyarakat. Ada dua hal pokok isi mandat masyarakat yang diembankan kepada lembaga pers, yang diaktualisasikan wartawan, yakni hak tahu dan hak memberitahukan. Wartawan wajib mewujudkan isi kedua hak masyarakat tersebut. Nah, salah satu sumber atau narasumber yang sangat penting yang menjadi mitra kerja wartawan pastilah humas pemda dan humas DPRD. Untuk mewujudkan hak tahu masyarakat, wartawan harus tekun dan gigih mencari fakta-fakta (informasi) penting yang dibutuhkan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Agar ini dapat diwujudkan wartawan, humas sebagai mitranya harus selalu siap menjawab pertanyaan dan memenuhi permintaan wartawan akan fakta-fakta penting yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat daerah, yang pasti sangat beraneka.
Ini berarti humas dan wartawan sesungguhnya sama, yakni sama-sama abdi (pelayan) masyarakat. Bedanya, humas yang umumnya berstatus PNS, pastilah digaji negara melalui lembaga pemerintahan, sedangkan wartawan yang umumnya berstatus pegawai swasta, pastilah digaji perusahaan di mana mereka bekerja. Meskipun status dan jenis instansinya berbeda, namun kedua mitra ini harus benar-benar mampu bekerja sama dengan baik dalam posisi dan sikap saling menghormati dan menghargai mitra masing-masing.
5 kiat penting
Nah, agar hubungan kemitraan ini dapat berjalan dengan baik dan tujuan mereka dapat diwujudkan secara optimal, yakni melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya, maka ada beberapa hal yang sangat penting dilakukan tiap pejabat atau praktisi humas di lingkungan pemda dan DPRD di Tanah Air.
Pertama, hubungan humas dengan wartawan bersifat profesional. Selain melayani masyarakat, humas wajib melayani wartawan secara profesional. Humas jangan berhubungan terlalu mesra dengan wartawan. Kedua belah pihak, terutama masyarakat yang mereka layani, pasti rugi bila tak ada jarak yang pas antara humas dengan wartawan. Sebagai ilustrasi, dua sejoli yang saling merapatkan wajah (baca: berciuman) pastilah tak mampu melihat wajah pasangannya dengan cermat karena jarak pandangnya tidak pas. Mata tidak/kurang difungsikan, yang berfungsi hanya perasaan (emosi). Celakanya, bila suatu ketika personel humas berselisih atau bertengkar dengan mitra mesranya (wartawan). Maka akibat buruknya tak saja merugikan kedua belah pihak, tapi terutama merugikan masyarakat yang mereka layani, di samping niscaya merugikan lembaga masing-masing. Tanpa mengurangi hubungan mesra, humas harus senantiasa berinisiatif menjaga jarak yang pas dengan mitra sejajarnya (wartawan). Hubungan kedua belah pihak harus sehat, terhormat, dan bermartabat.
Di mata wartawan humas harus berwibawa, wibawa yang alamiah, bukan sok berwibawa atau wibawa yang dibuat-buat agar disegani wartawan. Humas yang profesional pastilah cerdas, berpengetahuan sangat luas (terpelajar), disiplin, dan benar-benar menguasai bidang pekerjaannya. Ia juga sanggup menganalisis dengan tajam tiap berita di media massa yang menyangkut daerah, instansi, dan para pejabat pemda/DPRD yang bersangkutan. Dengan demikian, humas mampu memberikan masukan yang baik terhadap para pengambil keputusan di instansi di mana ia bekerja. Humas yang benar-benar mampu bekerja secara profesional, termasuk menjaga jarak yang pas dengan mitranya, pastilah dhormati, disegani, dan dipercayai wartawan.
Kedua, humas harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme, termasuk irama kerja wartawan di tiap jenis media massa serta fungsi media massa. Ini berarti humas mesti tahu nilai-nilai berita, tenggat waktu laporan wartawan, peta media massa baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik (Pedoman Perilaku) Penyiaran, Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, Undang-undang No. 32/2002 tentang penyiaran, kekuasaan atau kekuatan media massa, visi dan missi media massa yang beredar/beroperasi di wilayahnya, dan sebagainya.
Ketiga, humas juga harus/perlu memiliki kemampuan praktik jurnalisme, yakni meliput, wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature news), dan artikel opini. Selain memperkaya pengetahuan dan praktik melalui bacaan dan pelatihan jurnalisme, humas juga perlu sekali-sekali magang di media massa, terutama di media massa besar.
Keempat, humas harus mampu mengenal wartawan dan redaktur secara personal. Ini sangat penting, agar humas mampu berkomunikasi dengan efektif dengan mitranya. Humas harus tahu tingkat/jenis komunikasi yang lazim digunakan wartawan yang sedang berbicara dengannya. Sesuai latar belakang budaya daerah dan tingkat pendidikan, tiap wartawan pastilah memiliki gaya berkomunikasi masing-masing. Ada wartawan yang lazim menerapkan komunikasi konteks rendah (menyatakan sesuatu secara halus atau “berputar-putar”, tak langsung ke tujuan). Tapi ada pula wartawan yang biasa menerapkan komunikasi konteks tinggi (berbicara blak-blakan atau berterus terang, langsung ke tujuan). Humas harus mampu berbahasa dengan baik sesuai bahasa dan tingkat bahasa (abstraksi) wartawan yang sedang dihadapi. Humas perlu tahu pula riwayat hidup wartawan yang biasa atau rutin meliput di lingkungan kerja pemda dan DPRD, misalnya tanggal lahir/perkawinan. Humas juga perlu memerhatikan ulang tahun media massa yang beredar/beroperasi di daerahnya. Dengan demikian, humas dapat menjalin hubungan insani (human relations) secara efektif dengan mitranya.
Kelima, humas jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa. Semua wartawan profesional (muda atau tua, kaya atau miskin, berpenampilan keren atau “kumuh”) dan media massa (besar atau kecil, lokal atau nasional, baru atau lama, partisan atau independen) harus diperlakukan dengan adil (tak ada “anak emas” dan “anak tiri”). Hal terpenting, humas wajib melayani hanya wartawan yang benar-benar wartawan. Humas tak perlu melayani, apalagi “memiara” wartawan “CNN” (cuma nanya-nanya) alias wartawan yang tak memiliki media massa. Yang dimaksud melayani di sini adalah memberikan fakta-fakta atau informasi penting yang dibutuhkan oleh khalayak media massa di mana wartawan yang bersangkutan bekerja. Ini berarti humas tak boleh merusak idealisme atau profesi wartawan dengan memberikan uang atau yang sejenisnya. Humas sama sekali tak berurusan dengan pemenuhan kesejahteraan wartawan. Ini adalah urusan pihak manajemen perusahaan media massa di mana wartawan itu bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar